Haloo,, iya halooo, ini siapa ya? maaf bukan siapa2 wKwK udah gaje aje nih ☺Btw, ketemu lagi bersama ane si http://zainalhakimmsc.blogspot.com/ dalam program acara info gaje eh wisata,,, kali ini ane mau ngebahas mengenai Taman Mathilda. Sebelumnya ane pernah kesini http://zainalhakimmsc.blogspot.com/2017/03/taman-mathilda.html , jadi penasaran ada perubahankah, tetap terjaga kh taman nya,,, ternyata masih terawat donggg ( ya jelaslah kalo di komplek rumah Polisi mah harus bersih dan terawat WkWk).. Btw, Taman Mathilda ini terletak di Asrama Polisi (Aspol) Bina Brata
kilometer 4,5, Banjarmasin. Siapakah 'Mathilda' yang mendapat
kehormatan menjadi nama taman yang dibangun oleh Polda Kalsel itu?
Pada tahun 1950-an di Kalimantan
Selatan terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Ibnu Hajar dengan nama
Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT).
Gerakan Pengacau Keamanan (GPK)
KRyT senantiasa melakukan teror dan penyerangan kepada kampung-kampung yang
dilaluinya.
Tak jarang terjadi penghadangan
dan penyerangan terhadap patroli-patroli tentara dan Polisi dengan tujuan
merebut senjata sebanyak-banyaknya. Bahkan GPK KRyT tak segan untuk menyerang
pos dan asrama militer/polisi.
Pada Rabu, 28 September 1953,
dinihari, gerombolan KRyT menyerangan pos/asrama Polisi Kurau yang termasuk
wilayah terdepan, mengingat wilayah Kurau merupakan Basis pertahanan GPK KRyT.
Dalam penyerangan tersebut, kekuatan GPK KRyT mencapai 50 orang yang dipimpin
Suwardi. Mereka bersenjata api yang terbilang modern pada saat itu dan beberapa
memakai senjata tajam.
Serangan mendadak di ambang fajar
tersebut hanya dihadapi oleh lima orang anggota Polisi bersenjata dan seorang
Bhayangkari menggunakan senjata jenis moser milik suaminya. Bhayangkari
tersebut adalah Mathilda Batlayeri, yang melibatkan
diri dalam pertempuran dikarenakan melihat kekuatan anggota Polisi yang tidak
berimbang dalam pertempuran tersebut.
Suami mathilda Batlayeri, AP II
(Agen Polisi II) Adrianus Batlayeri, saat pertempuran terjadi sedang mengambil
air di sumur, namun karena posisinya yang tidak memungkinkan untuk kembali ke
Pos/Asrama, maka Adrianus tidak dapat terlibat dalam pertempuran.
Dalam pertempuran tersebut, GPK
KRyT mengalami kesulitan untuk melumpuhkan kekuatan Pos/Asrama Polisi Kurau.
Bahkan Suwardi, pemimpin penyerangan, yang konon memiliki ilmu kebal, tertembak
oleh Mathilda Batlayeri. Namun, tetap saja
pertempuran tidak seimbang. Satu persatu kusuma bangsa berguguran, termasuk
ketiga anak dari Mathilda Batlayeri.
Anak Mathilda yang tewas yaitu
Alex (9 thn) & lodewijk (6 thn) yang tewas di kamar asrama Polisi, yang
mereka tempati dan Max (2,5 thn) tewas di pelukan ibunya. Melihat ketiga
anaknya telah tewas, membuat semangat tempur Mathilda Batlayeri, seorang
Bhayangkari semakin berkobar, akan tetapi setelah bertempur kurang lebih satu
setengah jam, akhirnya Mathilda Batlayeri gugur sebagai
kusuma bangsa bersama janin yang sedang dikandungnya. Setelah tidak ada perlawanan
lagi dari pihak Polisi, maka GPK KRyT membumihanguskan Pos/Asrama Polisi Kurau.
Jenazah Mathilda dan ketiga anaknya turut terbakar dalam kobaran api tersebut.
Semangat juang dan pengabdian yang tiada terkira Mathilda Batlayeri menjadi hal
yang patut dihormati dan dikenang. Untuk jasa-jasanya tersebut, atas perintah Kadapol
XIII Kaltengsel brigjend Pol. Drs. Moch. Sanusi (Mantan Kapolri periode
1987-1991), pada 13 Agustus 1983 dibangun “Monumen Bhayangkari Teladan Mathilda
batlayeri” di Kurau dan selesai di kerjakan pada 15 Oktober 1983. Kemudian
bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 1983, monument tersebut diresmikan
oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Bhayangkari Ny. Anton Soedjarwo (isteri Kapolri
Jenderal Polisi Anton Soedjarwo, periode 1982-1987).
Pada bagian depan Monumen Bhayangkari Teladan Mathilda Batlayeri terukir
tulisan yang berbunyi, “KEPADA PENERUSKU, AKU BHAYANGKARI DAN ANAK-ANAKKU
TERKAPAR DI SINI, DI BUMI KURAU YANG SUNYI, SEMOGA PAHATAN PENGABDIANKU MEMBERI
ARTI PADA IBU PERTIWI”
No comments:
Post a Comment